Sangat penting bagi kami untuk memberi pemangku kepentingan informasi yang mereka perlukan untuk mengambil pertimbangan matang tentang bisnis dan pendekatan kami terhadap keberlanjutan. Akan tetapi, kami juga mengakui bahwa setiap pemangku kepentingan menaruh berbagai harapan pada bisnis kami sehingga kami berkomunikasi dan berinteraksi dengan pemangku kepentingan dalam berbagai cara tergantung pada hal yang mereka ingin ketahui dan tingkat kekhawatiran mereka. Untuk mendukung proses pelibatan ini, kami terus memberikan laporan sesuai dengan persyaratan Global Reporting Initiative (GRI).
Pedoman Pelaporan Keberlanjutan Global Reporting Initiative (GRI) yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2000 dan baru-baru ini pada tahun 2016 (GRI Standards), memberikan kerangka kerja untuk melaporkan performa ekonomi, sosial, dan lingkungan suatu organisasi. GRI Standards merupakan standar global pertama untuk pelaporan keberlanjutan. Standar ini menggunakan struktur modular yang saling berkaitan, dan merupakan praktik global terbaik untuk melaporkan berbagai dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial. Kami terus melakukan pelaporan sejalan dengan persyaratan GRI serta telah melakukannya sejak tahun 2011. Laporan ini telah disusun sesuai dengan GRI Standards: Opsi inti.
Global Reporting Initiative (GRI) Index merupakan sebuah standar pengukuran pelaporan tanggung jawab sosial yang dikeluarakan oleh Global Reporting Initiative. Global Reporting Initiative merupakan sebuah organisasi yang mengeluarkan standar – standar pengukuran pelaporan keuangan. GRI memiliki visi membantu menciptakan sebuah ekonomi global yang berkelanjutan dimana organisasi mengelola ekonomi, lingkungan, kinerja sosial dan tata kelola yang bertangungjawab mereka sendiri serta pelaporan yang transparan. Untuk mewujudkan visinya tersebut GRI memiliki misi untuk membuat standar pelaporan berkelanjutan dengan memberikan dukungan dan bimbingan kepada setiap organisasi. Penelitian ini mengacu pada penggunaan Indeks GRI 3.1 dimana indeks ini mengelompokan indikatornya menjadi tujuh tema pengungkapan, yaitu :
a. Ekonomi
b. Lingkungan
c. Praktik tenaga kerja/ Hak asasi manusia
d. Hak asasi manusia
e. Kemasyarakatan
f. Kewajiban produk
g. Indeks khusus sektor keuangan
Perjalanan Panduan Laporan Keberlanjutan GRI
Perjalanan panjang panduan laporan keberlanjutan (sustainability reporting guidelines) yang dimotori GRI berawal dari tahun 1997. Saat itu GRI baru dibentuk di Boston, Amerika Serikat, oleh United Nations Environment Programme (UNEP), Coalition for Environmentally Responsible Economies (CERES), dan Tellus Institute. Setelah dibentuk, GRI melahirkan panduan laporan keberlanjutan untuk pertama kalinya pada tahun 2000.
GRI kemudian melakukan revisi terhadap panduan laporan keberlanjutan dalam kurun waktu tertentu dan pada umumnya menggunakan penamaan atau pengkodean yang spesifik. GRI G2 atau versi 2 diterbitkan pada tahun 2002. Kemudian GRI G3, GRI G3.1, GRI G4 diluncurkan berurutan pada tahun 2006, 2011, dan 2013.
Di antara perubahan berbagai versi GRI, transformasi GRI G3.1 ke GRI G4 memiliki perubahan yang cukup signifikan dalam hal penyusunan laporan keberlanjutan. Panduan GRI versi G3.1 dan versi yang sebelumnya masih mengusung konsep “application level”. Skema ini membagi laporan ke dalam tiga level, yaitu A, B, dan C sesuai kriteria tertentu dan berdasarkan jumlah indikator yang diungkapkan. Pengungkapan indikator pada level C relatif yang paling sedikit dan level A relatif yang terbanyak sesuai konteks perusahaan masing-masing.
Pada panduan GRI G4, “application level” ditiadakan karena perusahaan berlomba-lomba “melaporkan indikator sebanyak mungkin” pada laporan keberlanjutannya agar mencapai level A. Perusahaan dan para penyusun laporan keberlanjutan saat itu banyak yang memiliki persepsi bahwa semakin banyak melaporkan indikator akan semakin baik. Padahal, laporan keberlanjutan idealnya fokus pada isu-isu yang relevan dan material terhadap konteks keberlanjutan ekonomi, sosial, lingkungan perusahaan, dan para pemangku kepentingan sekitarnya.
Pada tahun 2015, GRI membentuk Global Sustainability Standard Board (GRI GSSB) yang secara spesifik bertugas menangani pengembangan standar laporan keberlanjutan. Menjelang kuartal keempat tahun 2016, GRI GSSB mulai memperkenalkan GRI Standards yang kemudian diluncurkan di Indonesia pada tahun 2017. GRI Standards akan mulai efektif berlaku pada tanggal 1 Juli 2018.
Dari GRI G4 Menuju GRI Standards: Fleksibel dan Dinamis
Penggunaan GRI Standards mungkin tidak akan berdampak signifikan bagi perusahaan yang telah membuat laporan keberlanjutan berbasiskan GRI G4. Secara umum, isi keduanya tidak jauh berbeda. Hanya ada 2 indikator spesifik yang “discontinued” dan total 42 yang direvisi. Selebihnya mengalami perubahan minor atau perubahan klasifikasi indikator.
Baik GRI G4 maupun GRI Standards juga memiliki penekanan yang sama. Keduanya sama-sama memperhatikan isu kesetaraan gender dan keterlibatan value chain dalam setiap aspek keberlanjutan. Prinsip-prinsip laporan keberlanjutan juga masih sama. Materiality dan boundary masih menjadi landasan dalam menentukan isi laporan.
Kemudian, GRI G4 dan GRI Standards juga tetap mendorong proses assurance oleh pihak independen atas laporan keberlanjutan yang diterbitkan. Pilihan core dan comprehensive dalam menyusun laporan juga masih berlaku. Lalu, apa yang membedakan? GRI Standards mengusung perubahan signifikan dalam hal struktur dokumen dan penggunaan bahasa. Pertama, GRI Standards menggunakan skema dokumen modular dengan total 36 modul. Dengan demikian, setiap modul dapat ditambah, dikurangi atau diubah kapan saja sesuai dengan dinamika aspek keberlanjutan.
Misalnya, jika GRI ingin menambah indikator pada topik energi, maka GRI akan menerbitkan GRI 302-6, GRI 302-7 dan seterusnya, melanjutkan GRI 302-5 yang saat ini sudah ada. Penambahan tersebut dapat dilakukan kapan saja. Ini berbeda dengan versi panduan GRI sebelumnya yang memerlukan revisi secara periodik dengan menerbitkan versi terbaru secara keseluruhan, misalnya GRI G4.1 atau GRI G5.
Hal ini juga yang menjadi alasan penyebutan “GRI Standards”, bukan “GRI Standard” (dalam Bahasa Inggris, “standards” berarti “standard dalam bentuk jamak” atau lebih dari satu). Artinya, setiap modul-modul panduan laporan keberlanjutan dapat diakui sebagai unit-unit modul tersendiri meski saling terkait satu sama lain.
Yang kedua, GRI Standards mengubah penggunaan kata dan gaya bahasa agar lebih mudah dimengerti oleh para pemangku kepentingan. Misalnya, menggunakan kata “disclosure” daripada “indicator”, menggunakan kata “topic” daripada “aspect”, dan menggunakan kata “management approach disclosure” untuk menggantikan istilah “disclosure of management approach” atau DMA.
Selanjutnya, GRI Standards menempatkan pembahasan “management approach” pada GRI 103 bersama-sama dengan pembahasan materiality dan boundary. Pada versi sebelumnya, management approach, disebut dengan DMA, dibahas khusus dan tersebar pada berbagai indikator. Sepanjang pengalaman penulis saat melakukan assurance, banyak perusahaan merasa kesulitan memenuhi ketentuan DMA pada setiap indikator. Dengan adanya perubahan ini, diharapkan pemahaman tentang management approach akan lebih mudah dan penulisannya di laporan juga menjadi tidak terlalu sulit karena terpusat pada satu bagian pengungkapan saja.
Dalam hal struktur penulisan, GRI Standards dengan jelas membedakan klausul yang harus dipenuhi (requirements) dan yang direkomendasikan (recommendations). Hal ini akan memudahkan penyusun laporan keberlanjutan untuk menentukan prioritas penulisan data dan informasi pada hal-hal “requirements” terlebih dahulu.
Standar Universal, terdiri dari:
GRI 101 : Landasan
GRI 102 : Pengungkapan Umum, berisi informasi kontekstual suatu organisasi
GRI 103 : Pendekatan Manajemen, untuk melaporkan pendekatan manajemen untuk setiap topik
Standar Topik Spesifik, terdiri dari:
GRI 200 : Kinerja Ekonomi
GRI 300 : Kinerja Lingkungan
GRI 400 : Kinerja Sosial
Organisasi yang menerapkan Standar GRI mendapat berbagai manfaat, baik internal maupun eksternal, sebagai berikut.
Manfaat internal, meliputi:
· Meningkatkan visi dan strategi
· Memperkuat sistem manajemen
· Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
· Memotivasi karyawan
Manfaat eksternal, meliputi:
· Membangun reputasi dan kepercayaan
· Memicu daya tarik investor
· Memperkuat keterlibatan pemangku kepentingan
· Mengidentifikasi keunggulan kompetitif
Prinsip-prinsip dalam pengungkapan Sustainability reporting yang tercantum dalam GRI-G3 Guidelines:
1. Keseimbangan Aspek positif dan negatif perlu untuk diungkapkan agar para pengguna laporan mengetahui dengan jelas segala keuntungan dan resiko yang ada.
2. Dapat dibandingkan Informasi yang disajikan harus disajikan dengan seksama agar dapat dibandingkan dari tahun ke tahun.
3. Akurat Keakuratan dan ketepatan sangat dibutuhkan agar para pengguna dapat menilai kinerja organisasi dengan benar
4. Urut waktu Sustainability reporting harus sesuai pada waktu pada saat dibutuhkan dan terjadwal.
5. Kesesuaian Sustainability report yang dibuat harus menganut pada standar yang ada agar kesesuaian tercapai sehingga para pengguna dapat mengerti isi dari laporan.
6. Dapat dipertanggungjawabkan Penyusunan laporan harus dikumpulkan, direkam, dikompilasi, dianalisis, dan diungkapkan dengan tepat sehingga dapat menetapkan kualitas dan materialitas informasi.
Sumber: www.globalreporting.org